Sesungguhnya segala perkara perkara bagi seorang muslim adalah bisa bernilai ibadah dan mempunyai kebaikan sebagaiman hadits dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَ لَيْسَ ذَلِكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَ إِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Menakjubkan pada perkara seorang mukmin sesungguhnya perkaranya semuanya baginya adalah kebaikan, dan tidaklah itu didapatkan melainkan oleh seorang mukmin: jika dia mendapatkan kesenangan (nikmat) dia bersyukur maka itu adalah kebaikan baginya dan jika kesulitan (musibah) menimpanya kemudian dia bersabar maka itu adalah kebaikan baginya.”(HR. Imam Muslim lihat kitab Riyadhush Shalihin hadits no.27)
Syaikh Utsaimin rohimahulloh juga menambahkan bahwa perkara ini memang menakjubkan. Yaitu seandainya ada seorang pencuri mencuri tanaman seseorang, misalnya ada seorang datang ke sebatang pohon kurma kemudian mencuri kurma. Maka bagi si pemilik kurma justru memperoleh pahala atas peristiwa pencurian kurma tersebut. Meskipun di sisi lain sekiranya dia mengetahui siapa pencurinya maka dia harus dilaporkan ke pihak berwajib.
Mengapakah bisa semua hasil tanaman yang ditanam itu merupakan sedekah? Ini tidaklah bertentangan bahkan sesuai dengan kaidah agama yaitu kaidah bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala atau ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri, demikian juga sebaliknya seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. Maka kalau kita perhatikan tanaman kita merupakan hasil usaha yang baik yang akan menjadi sedekah walaupun dimakan atau diambil tanpa seizin kita.
Betapa bagusnya penjelasan Ustadz ‘Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhohulloh berikut: “Apabila kita telah memahami kaidah ini maka terjawablah pertanyaan dan tersingkaplah kemusykilan-kemusykilan serta lapang lah dada dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an yang menegaskan bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala dan ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri. Diantaranya ialah ayat yang masyhur dibawah ini:
وَ أَنْ لَيْسَ للإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seseorang itu tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali dari hasil usahanya sendiri.” (QS. An Najm: 39).
Ayat di atas merupakan kaidah ilmiyyah yang umum dan tetap di dalam keumumannya dan tidak menerima pengecualian (takhshish) yang memang tidak ada sama sekali: bahwa seorang tidak akan memperoleh pahala atau ganjaran kecuali atas hasil usahanya sendiri.
Seperti seseorang menanam sebuah pohon atau tanaman, maka apa saja yang dimakan dari buah pohon tersebut atau tanaman tersebut yang ditanam, baik dengan seizin pemiliknya atau dicuri, baik (dimakan) oleh manusia atau hewan niscaya pemiliknya atau yang menanamnya tetap akan memperoleh ganjaran.”
Sesungguhnya tanaman yang dicuri atau dirusak ataupun juga dimakan hewan merupakan hasil usaha dari petani maka pantas lah kalau dia mendapat ganjaran dari tanaman yang luput dari tangannya (tidak bisa dia panen).
Kajian diatas merupakan sebuah pencerahan kembali bagi makna bertani, pertanian dan petani bukan hanya sebuah mata pencaharian dan profesi, tapi lebih dari itu, pertanian dan petani merupakan sebuah ladang amal bagi seluruh insan yang berkecimpung didalamnya, bukan hanya sekedar ladang mencari rizqi demi kebutuhan duniawi tetapi merupakan sarana menggapai ridho ilahi rabbi.... amiin..
sumber : http://abuabdilbarr.wordpress.com
Posting Komentar