Bogor – Kementerian Pertanian mendorong pengembangan pakan hewan dari tanaman transgenik untuk memperbaiki kebutuhan nutrisi bagi ternak.
"Tanaman transgenik ini merupakan tanaman baru yang memiliki sifat lebih baik dari sifat tanaman yang sebelumnya," ujar Ketua Tim Teknis Keamanan Pakan Produk Rekayasa Genetika (PRG), Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Kementerian Pertanian RI Dr. Bambang Risdiono, Senin (10/12) di Novotel Hotel, Bogor.
Meski kajian pakan ternak transgenik ini belum ada di Indonesia, menurutnya, berpotensi sangat besar dikembangkan. Pasalnya, keanekaragaman hayati sangat banyak untuk diolah. Ketua Komisi Keamanan Hayati Dr Agus Pakpahan memperkuat penilaian jika potensi pakan PRG ini lebih banyak ditemui di negara berkembang daripada negara maju.
Pengembangan tanaman transgenik, tambahnya, telah merambah di seluruh dunia dengan 170 juta hektare lahan penanaman tanaman transgenik. "Di Amerika sendiri, 70 juta hektare lahan digunakan untuk menanam tanaman transgenik," kata Agus.
Pedoman Pengkajian Keamanan Pakan PRG saat ini juga tengah dibahas. Pengkajian ini meliputi pengujian terhadap potensi racun yang ada dalam tanaman transgenik, perubahan nilai gizi, sifat alergisitas, sifat metabolisme, dan dari segi genetiknya.
Pentingnya tanaman transgenik dikaji karena sifat alamiahnya mudah berubah. Sehingga dikhawatirkan memiliki resiko terhadap kesehatan hewan. "Tanaman transgenik ini memang sangat kontroversial," ulas Agus. Kementerian Lingkungan Hidup pun telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika.
Isu transgenik sudah lama muncul sejak tahun 2001. Rekayasa genetika menjadi sangat krusial saat muncul ketentuan UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya terkait dengan ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan izin lingkungan. Gugatan-gugatan banyak terjadi diakibatkan pada prakteknya benih tersebut dilepas ke media lingkungan hidup tanpa Amdal.
Posting Komentar