KITA seringkali salah berpikir atau salah menetapkan prioritas dalam menjalani hidup ini. Dan inilah salah satu masalah terbesar kita. Misalnya, kita sibuk mencari ketenangan dengan berfokus pada ketenangannya. Kita pun jadi berstrategi mengumpulkan uang, mengejar jabatan, pangkat dan titel, mengurus karir, jodoh, anak, atau sampai kesana kemari mencari penjual pil penenang.
Padahal ketenangan itu adalah hadiah. "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang." (QS. ar-Rad [13]: 28). Ketenangan itu milik Allah SWT. Bukan milik pabrik uang, fasilitas perusahaan, pangkat atau titel pada nama kita, maupun bumbu rahasia pil penenang. Ketenangan itu dijanjikan Allah bagi orang yang ingat kepada-Nya. Bukan sebaliknya, sebagaimana yang suka dan sibuk kita perbuat.
Nah, saudaraku. Jadi ada janji Allah dan ada perintah Allah. Ada jaminan Allah dan ada tugas dari Allah. Ketenangan adalah janji Allah, yang tidak perlu kita sibuk memikirkannya, karena Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana agar kita bisa zikir (ingat) kepada-Nya dengan benar. Kita harus fokus kepada perintah Allah, bukan pada janji-Nya.
Sebagai perumpamaan, misalkan kita seorang pembantu. Kemudian majikan meminta kita membersihkan seluruh bagian rumah, dalam dan luar. Kalau nanti bersih, kita akan diberi hadiah sepeda motor. Akan jadi aneh, ketika kita bukannya bergegas membersihkan rumah, tapi malah sibuk memikirkan dan membayangkan motornya. Kita pun jadi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali gelisah yang makin berkecamuk. Kira-kira begitu cara berpikir yang sering keliru. Cara hidup kita yang aneh.
Contoh lain. Kita ingin bertambah karunia dari Allah, lalu kita mengatur strategi supaya karunia bertambah. Kalau kita bisnis, kita sibuk memikirkan strategi bagaimana bisnis kita berkembang. Padahal karunia bertambah bukan karena strategi, tapi "Jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku menambah nikmat kepadamu ..." (QS. Ibrhm [14]: 7).
Jadi, kita harusnya bukan memikirkan bagaimana nikmat bertambah, tapi bagaimana syukur kita yang bertambah. Harusnya dalam berbisnis, syukur kita yang bertambah. Karena perkara nikmat-nikmat yang belum ada, sepenuhnya berada dalam kekuasaan Allah, dan sepenuhnya sudah menjadi janji Allah. Kalau kita bersyukur, pasti bertambah nikmat itu.
Kita suka salah berpikir. Daripada memikirkan perintah Allah bagaimana menjadi pedagang yang bertakwa, kita malah sibuk memikirkan untung yang didapat, atau strategi agar untung berkali-kali lipat. Padahal dalam berdagang itu, seharusnya kita fokus supaya jadi pedagang yang termasuk ahli takwa. Dengan berniat yang benar, barang yang dijual juga benar, menjualnya pun bebas dari tipu-menipu, bebas dari kelicikan maupun sumpah palsu.
Tidak usah risau soal rezeki. Rezeki itu dari Allah. Sejak dalam perut ibu pun rezeki kita cukup. Padahal kita belum bisa apa-apa, apalagi berdagang. Malah sebelum kita jadi saja, rezeki sudah jadi. Waktu bayi, kita tidak tahu apa pun. Tidak ada gaji maupun strategi. Mengapa setelah besar kita jadi banyak strategi? Mengapa kita semakin jadi aneh?
Mungkin saudara bertanya, lalu untuk apa kepandaian yang dimiliki? Jelas, kalau semua kepandaian yang kita punyai bukan supaya kita jadi aneh, atau agar pikiran kita jadi keliru. Tetapi kepandaian itu untuk membuat kita mengenal siapa Allah, siapa diri kita, apa tugas kita di dunia dan bagaimana kita patuh.
Jadi, mohon maaf, di antara saudara yang sedang membaca tulisan ini, adakah yang gajinya kecil? Saudara masih hidup kan? Jangankan saudara yang gajinya kecil, masih banyak orang yang malah tidak jelas gajinya, tapi tetap hidup. Mungkin sebagiannya juga sedang membaca tulisan ini, dan sedang tersenyum sendiri. Kecuali dia membela diri misalnya, "Saya masih melamar kerjaan." Dan itu tidak jelas namanya.
Demikian bagi yang sedang menghadapi suatu kesulitan. Kesulitan atau masalah apa pun itu, kita jangan sok pintar jungkir-balik memikirkan jalan keluar sendiri. Walaupun saudara memang pintar berakrobat. Dan jangan juga sibuk mencari-cari kambing hitam. Nanti bisa bertambah repot kalau dilaporkan ke polisi oleh pemilik kambing.
Ketika kita menemui suatu kesulitan dalam hidup ini, Allah tidak memerintahkan kita mencari jalan keluar sendiri maupun mempersalahkan orang lain. Tetapi perintah-Nya adalah, "Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya." (QS. ath-Thalq [65]: 2-3). Setiap jalan keluar itu milik Allah, dan hadiah bagi yang bertakwa.
Nah, saudaraku. Sudahlah. Mari kita akhiri berpikir keliru, termasuk misalnya salat. Jangan malah asyik membicarakan pahala 27 kali lipat dari salat berjamaah. Karena perintahnya bukan pada angka 27, tapi pada khusyuknya. Demikian juga ketika haji. Tidak usah sibuk membicarakan haji mabrur dan surga yang jadi ganjarannya. Tetapi fokuskan saja diri kita supaya haji itu dilaksanakan dengan benar.
Mulai sekarang kita harus berpikir taktis. Contohnya dalam berdagang. Kita harus tahu bahwa yang membagikan rezeki itu hanya satu, Allah SWT. Adapun orang yang belanja, itu adalah jalan bagi sebagian rezeki kita. Ketika suatu hari tidak dapat untung dari dagangan, bisa saja misalnya anak kita yang dapat beasiswa. Atau mungkin tetangga kita semuanya kena demam berdarah, tapi kita tidak kena. Tetangga keluar uang jutaan ke rumah sakit, kita tidak. Ini juga rezeki. Allah yang menjauhkan nyamuk dari kita. Tapi karena kita sering berpikir keliru dan suka jadi aneh, sehingga kita pun tidak mau mengakuinya sebagai rezeki.
Ini bukan berarti tidak boleh memikirkan rezeki. Tapi bagaimana Allah mencukupi kita dengan rezeki yang halal dan berkah? Apa saja yang harus kita lakukan? Perkara jumlah jangan dirisaukan. Allah pasti menepati janji-Nya. Demikian terhadap contoh-contoh yang telah maupun belum dikemukakan di sini. Kita harus selalu fokus pada apa yang diperintahkan Allah, bukan pada bonusnya. Dengan begitu, kita pun akan terus ingat kepada-Nya, sehingga hidup kita menjadi tenang.
Kalau kita lebih hemat berpikir, hidup kita juga akan lebih nyaman. Tidak perlu memikirkan yang tidak perlu dipikirkan, atau sok sakti memikirkan semuanya. Untuk apa? Ketika pikiran buntu, nanti berlagak mencari-cari alasan, misalnya: "Saya harus minum air keras campuran dulu, biar lebih encer mikir." Dicampurlah air keras dengan deterjen, oli bekas, minyak tanah, lem tikus, dan penyedap rasa. Sehingga otak jadi benar-benar encer, tidak bisa berpikir lagi.
Sudahlah, saudaraku. Mari kita jalani hidup ini dengan fokus memikirkan apa yang disukai dan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Disetiap hela nafas kita, semakin seringlah kita mengingat Allah, dan jangan berpikir keliru lagi. "Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Hadd [57]: 4). [sumber: inilah.com]
Padahal ketenangan itu adalah hadiah. "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang." (QS. ar-Rad [13]: 28). Ketenangan itu milik Allah SWT. Bukan milik pabrik uang, fasilitas perusahaan, pangkat atau titel pada nama kita, maupun bumbu rahasia pil penenang. Ketenangan itu dijanjikan Allah bagi orang yang ingat kepada-Nya. Bukan sebaliknya, sebagaimana yang suka dan sibuk kita perbuat.
Nah, saudaraku. Jadi ada janji Allah dan ada perintah Allah. Ada jaminan Allah dan ada tugas dari Allah. Ketenangan adalah janji Allah, yang tidak perlu kita sibuk memikirkannya, karena Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana agar kita bisa zikir (ingat) kepada-Nya dengan benar. Kita harus fokus kepada perintah Allah, bukan pada janji-Nya.
Sebagai perumpamaan, misalkan kita seorang pembantu. Kemudian majikan meminta kita membersihkan seluruh bagian rumah, dalam dan luar. Kalau nanti bersih, kita akan diberi hadiah sepeda motor. Akan jadi aneh, ketika kita bukannya bergegas membersihkan rumah, tapi malah sibuk memikirkan dan membayangkan motornya. Kita pun jadi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali gelisah yang makin berkecamuk. Kira-kira begitu cara berpikir yang sering keliru. Cara hidup kita yang aneh.
Contoh lain. Kita ingin bertambah karunia dari Allah, lalu kita mengatur strategi supaya karunia bertambah. Kalau kita bisnis, kita sibuk memikirkan strategi bagaimana bisnis kita berkembang. Padahal karunia bertambah bukan karena strategi, tapi "Jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku menambah nikmat kepadamu ..." (QS. Ibrhm [14]: 7).
Jadi, kita harusnya bukan memikirkan bagaimana nikmat bertambah, tapi bagaimana syukur kita yang bertambah. Harusnya dalam berbisnis, syukur kita yang bertambah. Karena perkara nikmat-nikmat yang belum ada, sepenuhnya berada dalam kekuasaan Allah, dan sepenuhnya sudah menjadi janji Allah. Kalau kita bersyukur, pasti bertambah nikmat itu.
Kita suka salah berpikir. Daripada memikirkan perintah Allah bagaimana menjadi pedagang yang bertakwa, kita malah sibuk memikirkan untung yang didapat, atau strategi agar untung berkali-kali lipat. Padahal dalam berdagang itu, seharusnya kita fokus supaya jadi pedagang yang termasuk ahli takwa. Dengan berniat yang benar, barang yang dijual juga benar, menjualnya pun bebas dari tipu-menipu, bebas dari kelicikan maupun sumpah palsu.
Tidak usah risau soal rezeki. Rezeki itu dari Allah. Sejak dalam perut ibu pun rezeki kita cukup. Padahal kita belum bisa apa-apa, apalagi berdagang. Malah sebelum kita jadi saja, rezeki sudah jadi. Waktu bayi, kita tidak tahu apa pun. Tidak ada gaji maupun strategi. Mengapa setelah besar kita jadi banyak strategi? Mengapa kita semakin jadi aneh?
Mungkin saudara bertanya, lalu untuk apa kepandaian yang dimiliki? Jelas, kalau semua kepandaian yang kita punyai bukan supaya kita jadi aneh, atau agar pikiran kita jadi keliru. Tetapi kepandaian itu untuk membuat kita mengenal siapa Allah, siapa diri kita, apa tugas kita di dunia dan bagaimana kita patuh.
Jadi, mohon maaf, di antara saudara yang sedang membaca tulisan ini, adakah yang gajinya kecil? Saudara masih hidup kan? Jangankan saudara yang gajinya kecil, masih banyak orang yang malah tidak jelas gajinya, tapi tetap hidup. Mungkin sebagiannya juga sedang membaca tulisan ini, dan sedang tersenyum sendiri. Kecuali dia membela diri misalnya, "Saya masih melamar kerjaan." Dan itu tidak jelas namanya.
Demikian bagi yang sedang menghadapi suatu kesulitan. Kesulitan atau masalah apa pun itu, kita jangan sok pintar jungkir-balik memikirkan jalan keluar sendiri. Walaupun saudara memang pintar berakrobat. Dan jangan juga sibuk mencari-cari kambing hitam. Nanti bisa bertambah repot kalau dilaporkan ke polisi oleh pemilik kambing.
Ketika kita menemui suatu kesulitan dalam hidup ini, Allah tidak memerintahkan kita mencari jalan keluar sendiri maupun mempersalahkan orang lain. Tetapi perintah-Nya adalah, "Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya." (QS. ath-Thalq [65]: 2-3). Setiap jalan keluar itu milik Allah, dan hadiah bagi yang bertakwa.
Nah, saudaraku. Sudahlah. Mari kita akhiri berpikir keliru, termasuk misalnya salat. Jangan malah asyik membicarakan pahala 27 kali lipat dari salat berjamaah. Karena perintahnya bukan pada angka 27, tapi pada khusyuknya. Demikian juga ketika haji. Tidak usah sibuk membicarakan haji mabrur dan surga yang jadi ganjarannya. Tetapi fokuskan saja diri kita supaya haji itu dilaksanakan dengan benar.
Mulai sekarang kita harus berpikir taktis. Contohnya dalam berdagang. Kita harus tahu bahwa yang membagikan rezeki itu hanya satu, Allah SWT. Adapun orang yang belanja, itu adalah jalan bagi sebagian rezeki kita. Ketika suatu hari tidak dapat untung dari dagangan, bisa saja misalnya anak kita yang dapat beasiswa. Atau mungkin tetangga kita semuanya kena demam berdarah, tapi kita tidak kena. Tetangga keluar uang jutaan ke rumah sakit, kita tidak. Ini juga rezeki. Allah yang menjauhkan nyamuk dari kita. Tapi karena kita sering berpikir keliru dan suka jadi aneh, sehingga kita pun tidak mau mengakuinya sebagai rezeki.
Ini bukan berarti tidak boleh memikirkan rezeki. Tapi bagaimana Allah mencukupi kita dengan rezeki yang halal dan berkah? Apa saja yang harus kita lakukan? Perkara jumlah jangan dirisaukan. Allah pasti menepati janji-Nya. Demikian terhadap contoh-contoh yang telah maupun belum dikemukakan di sini. Kita harus selalu fokus pada apa yang diperintahkan Allah, bukan pada bonusnya. Dengan begitu, kita pun akan terus ingat kepada-Nya, sehingga hidup kita menjadi tenang.
Kalau kita lebih hemat berpikir, hidup kita juga akan lebih nyaman. Tidak perlu memikirkan yang tidak perlu dipikirkan, atau sok sakti memikirkan semuanya. Untuk apa? Ketika pikiran buntu, nanti berlagak mencari-cari alasan, misalnya: "Saya harus minum air keras campuran dulu, biar lebih encer mikir." Dicampurlah air keras dengan deterjen, oli bekas, minyak tanah, lem tikus, dan penyedap rasa. Sehingga otak jadi benar-benar encer, tidak bisa berpikir lagi.
Sudahlah, saudaraku. Mari kita jalani hidup ini dengan fokus memikirkan apa yang disukai dan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Disetiap hela nafas kita, semakin seringlah kita mengingat Allah, dan jangan berpikir keliru lagi. "Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Hadd [57]: 4). [sumber: inilah.com]
Posting Komentar